Ahlan Wa Sahlan

Ahlan Wa Sahlan

Rabu, 12 Juni 2013

Dakwah itu Cinta



Cinta kita pada dakwah inilah yang akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk memperjuangkan dakwah kita,” 
[Cahyadi Takariawan]

Sabar, sabar, sabar… Beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, maka Allah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.




Bisa jadi ada salah paham di antara para aktivis. Bisa jadi ada ketidaknyamanan perasaan di antara para pelaku dakwah. Bisa jadi ada data yang kurang valid, namun digunakan untuk pengambilan keputusan. Bisa jadi ada stigma yang menganga, dan tidak pernah ada pengadilan yang memberikan klarifikasi. Bisa jadi ada persepsi yang keliru. Bisa jadi ada ketidaktepatan dalam menerapkan teori.

Capek, lelah mendera jiwa dan raga. Namun ini adalah pilihan, yang tidak ada sedikitpun paksaan kita bersamanya. Bisa jadi ada ketidakpahaman, ada ketidakmengertian, dan kita tidak pernah menemukan jawaban. Bisa jadi Khalid bin Walid tidak pernah mengerti mengapa dirinya diganti dari posisi panglima perang yang demikian dihormati. Namun toh kehormatan dirinya tidak runtuh karena posisi itu tidak lagi dia miliki.

Kehormatan diri kita adanya pada konsistensi. Konsisten menapaki kebenaran. Konsisten menapaki jalan kebaikan. Komitmen pada peraturan. Teguh memegang keputusan. Mendengar dan taat, itulah karakter kader teladan. Bukankah ini ujian, karena yang kita dengar dan kita taati bisa jadi berbeda dengan suara hati nurani. “Qum Ya Hudzaifah !” Menggelegar suara perintah. Dan Hudzaifah segera bangkit berdiri.

Kehormatan diri bukan terletak pada posisi kita sebagai apa. Tidak menjadi apa-apa, tetap bisa dihormati. Kita terhormat karena karakter yang kuat, kita terhormat karena karya yang tiada pernah berhenti, kita terhormat karena kerja yang terus menerus, kita terhormat karena keteladanan, kita terhormat karena kesabaran dan kesetiaan.

Ya. sabar, sabar, dan teruslah sabar… Karena memang beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, dan Allah telah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.


Ikhwah, ada satu kisah menarik yang ingin saya sampaikan kepada antum semua, yaitu tentang energi cinta dalam dakwah ini. Energi cinta kita dalam dakwah inilah yang membuat kita sampai saat ini masih tetap istiqomah untuk terus membersamai dakwah. Energi cinta itulah yang menjadi daya penguat kita sehingga kita bisa tetap eksis berada dalam kereta dakwah ini, meskipun terpaan angin, rintangan, halangan itu terus saja menghalangi kita, tetapi hal itu justru membuat kita makin kuat saja dalam dakwah ini, dan hal itu karena satu hal. Kita begitu mencintai dakwah ini.

Saya ingin mengilustrasikan tentang seni menikmati dan mencintai dakwah itu dari perenungan saya sepanjang perjalan dari Jogja-Semarang, beberapa waktu lalu. Kondisi jalanan di sekitaran Ambarawa padat merayap, dengan truk-truk besar yang berjalan lambat itu, kadang membuat kita jenuh juga.

Akan tetapi, setelah saya merenung, ternyata ini adalah bentuk jihad kita untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang kita alami. Begitu pun ketika mobil yang saya tumpangi tersebut berhasil menyalip truk besar tersebut, ada kelegaan sedikit, tetapi setelah berhasil menyalip, akan ada truk-truk besar lagi yang berada didepan kita. terus seperti itu.

Energi yang tiada terputus

Kalau kita umpamakan perjalanan Jogja-Semarang tersebut adalah tentang dakwah ini, kita pun akan mengambil satu kesimpulan bahwa, setelah kita menyelesaikan suatu urusan, kita harus siap dengan urusan selanjutnya. Atau bisa kita analogikan, setelah kita berhasil menaklukkan satu badai, akan muncul badai-badai selanjutnya yang lebih kuat, lebih besar, dan menuntut daya dan ketegaran kita dalam menaklukkan badai tersebut.

Ikhwah, begitulah dakwah kita saat ini. Di masa-masa dakwah yang terus bersemi dan berkembang menuju puncaknya, justru badai – badai akan semakin kuat dan besar menghalangi laju kereta dakwah kita. maka butuh satu kekuatan, maka butuh energi yang tiada terputus untuk menguatkan kita dalam membersamai dakwah ini. Maka energi yang tiada terputus itu adalah rasa cinta kita pada dakwah ini. Cinta kita pada dakwah inilah yang akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk memperjuangkan dakwah kita.


*Taujih Ustad Cahyadi Takariawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca artikel dan berkenan memberi komentar ^_^